Rabu, 04 Agustus 2010

Salam Perubahan

Apa yang terfikir di kepala kita mendengar pengakuan orang yang baru migrasi profesi dari penjual ke pengemis. Tentu kita miris. Namun, itulah kenyataannya. Harga diri bukan lagi hal yang penting karena hidup di negeri ini terasa semakin susah saja buat mereka yang miskin. Mental pekerja, mental beriwirausaha, menjadi kurang menarik untuk dipertahankan. Karena, mental peminta-minta ternyata lebih menjanjikan.
Perhatikan saja, memang pengamen dan pengemis lebih laris dibanding pedagang. mungkin kita fikir karena pedagang  jumlahnya terlalu banyak dan mereka menjual barang yang relatif sama. Persaingan menjadi sangat tinggi sehingga wajar kalau ada pedagang yang mengeluh dagangannya tidak laku.
Tapi, kalau diperhatikan, jumlah pengamen dan pengemis juga tidak bisa dibilang sedikit. Mereka juga berkompetisi tapi mengapa ada pedagang yang memilih migrasi profesi menjadi pengemis.
Ini mungkin salah satu anomali dari masyarakat kita. Semangat membantu masyarakat kita pada sesama sesungguhnya sangat tinggi. Terlebih di penyambutan tahun baru ini yg jg sebagai semangat baru.Namun, pilihan-pilihan dalam memberikan bantuan ternyata tidak jarang menimbulkan masalah baru. Ada orang yang kecanduan jadi pengemis meski dia sehat fisik dan tidak ada sakit sama sekali. Karena, yakin bakal ada orang yang kasihan dan akan memberi mereka uang. Inilah masalah baru yang timbul saat ini.
Kebanyakan masyarakat kita lebih memilih membantu mereka yang tidak produktif dibanding mereka yang produktif. Saya pernah menyaksikan seorang teman yang berniat berwirausaha dan kemudian dia mencari dana pembiayaan dengan skema pinjaman.
Tapi, orang-orang yang didatangi lebih memilih tidak meminjami karena alasan ketidakpercayaan uang akan kembali. Namun, ketika orang yang sama didatangi pemuda-pemuda lain yang mengajukan sumbangan entah untuk kegiatan atau untuk hal lain yang bersifat pribadi dia langsung merespon dengan baik sekali.
Kondisi ini sama dengan yang dialami penjual  yang alih profesi tadi. Akhirnya kita menyaksikan banyak pemuda dan mahasiswa yang lebih memilih menjadi peminta-minta dari pada bekerja atau berwirausaha. Dengan bermodal proposal mereka dengan mudah mendapatkan sumbangan sana-sini. Bahkan, saya menemukan mantan-mantan aktivis mahasiswa yang menjadi kaya hanya dengan meminta-minta.
Jika kita lihat salah pilih obyek dalam berbuat baik ini seperti telah menjadi budaya masyarakat dan pemerintah kita. Baru-baru saja kita dikejutkan oleh isu Bank Century.
Bank yang bangkrut karena uangnya dibawa lari oleh pemiliknya ke luar negeri ini dengan mudah mendapat bantuan pemerintah. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, yakni Rp 6,7 triliun. Sementara disisi lain, jutaan pengusaha kecil yang telah banyak membantu pemerintah dalam membuka lapangan kerja, membantu masyarakat mendapatkan kehidupannya, sangat kesulitan mendapatkan bantuan permodalan.
Ketidakmampuan pengusaha-pengusaha kecil membuat proposal yang meyakinkan, ketidakmampuan mereka memanipulasi angka-angka agar terlihat layak, ketidakmampuan mereka bernegosiasi dengan para pengambil keputusan dalam hal pembiayaan menyebabkan mereka sulit mendapatkan bantuan pendanaan.
Sebaliknya, pengusaha-pengusaha besar yang sudah jelas tidak kredibel yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya. Namun, karena kemampuan mereka dalam lobi dan membangun opini, dengan mudah mereka mendapatkan bantuan keuangan.
Yang ingin berbuat baik dan produktif tidak dibantu, yang berbuat jahat dan menyengsarakan malah dengan mudah mendapat bantuan. Inilah anomali yang perlu kita luruskan.
Tentu saja membantu pengemis, menolong orang susah, memberikan infaq dan shodaqoh adalah hal baik yang harus terus dilanjutkan. Namun, membantu pemberdayaan masyarakat yang ingin memberdayakan dirinya lebih dari sekedar menjadi peminta-minta tentu harus menjadi prioritas utama.
Sebelum mengemis benar-benar menjadi candu masyarakat kita marilah kita juga membantu mereka-mereka yang memilih memberdayakan diri mereka tanpa harus meminta-minta. Kita dapat membantu mereka tidak selalu hanya dengan uang. Bisa juga dengan memberi informasi tentang peluang-peluang, membantu mereka meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan, membantu mereka dengan cara apa saja yang kita bisa.
Semoga masyarakat kita bisa menjadi masyarakat produktif. Masyarakat yang merasa mulia dengan bekerja. Masyarakat yang selalu berkeinginan menjadi “tangan yang
di atas”. Semoga.
:moh,Roziky"

0 komentar:

Posting Komentar

coment disini sob...


ShoutMix chat widget