Selasa, 17 Agustus 2010

65 Tahun Indonesia Merdeka. Apa makna kemerdekaan bagi anda?

65 tahun Indonesia merdeka. Suatu usia yang sudah sangat dewasa jika dianalogkan dengan manusia. Sudah "dewasa" kah negeri kita ini? Yang pasti sejarah telah mencatat negeri kita ini telah banyak mengalami cobaan dan lika-liku dalam membentuk satu jati diri menuju satu tujuan dan cita-cita: membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sudahkan tujuan dan cita-cita tersebut anda rasakan di alam kemerdekaan yang ke 65 tahun ini?

Seorang anak mengatakan bahwa sebagian dari tujuan dan cita-cita negara kita ini sudah dirasakan saat ini, tapi sulit dikatakan tujuan/cita-cita yang mana itu. Mungkin karena dia membadingkan sejarah negeri kita dalam mencapai kemerdekaan dengan kondisi saat ini, maka jelas tujuan dan cita-cita itu sudah dirasakan kini. Anda setuju dengan pendapat anak itu? Selanjutnya anak itu mengatakan kata-kata bijak dari seorang pahlawan Amerika: "Jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepada kita, tapi tanyakan pada diri sendiri apa yang telah kita berikan kepada negara"
Walaupun kutipan kata-kata itu adalah dari seorang pahlawan Amerika,tapi maknanya sangat universal, dapat berlaku di negara mana saja di dunia ini termasuk bagi kita di Indonesia. Mari kita berbuat yang terbaik bagi diri kita sendiri, bagi lingkungan, bagi negara kita.
Pertanyaan selanjutnya apa makna kemerdekaan bagi anda?
Anak SD yang lain mengatakan kemerdekaan adalah upacara bendera selama 1 jam di lapangan. Sebagian lagi mengatakan kemerdekaan adalah libur, boleh bangun agak siangan. Yang lain lagi mengatakan bahwa kemerdekaan adalah boleh ngomong apa saja. Seorang guru mengatakan kemerdekaan adalah saatnya introspeksi diri. Bagaimana dengan anda: apa makna kemerdekaan ini bagi anda?
Dirgahayu kemerdekaan ke 65 Republik Indonesia !

Kamis, 05 Agustus 2010

duit dulu atau yang lain ?

Bagi pembaca berbahasa Indonesia, judul di atas merupakan suatu pertanyaan yang mungkin saja dianggap bloon. Seperti tidak tahu saja, pasti deh, sebagian besar akan menjawab : duit dong !
Berbicara tentang duit atau semacamnya, rasa-rasanya menjadi sesuatu yang penting. Bahkan pada sebagian besar orang, jika tidak ada duitnya maka mereka tidak mau mengerjakan sesuatu. Untuk apa, begitu alasannya.
Pendapat seperti itu rasanya telah menjadi sesuatu gejala yang serius. Itu tidak hanya berlaku bagi pedagang, atau juga beberapa oknum politikus (yang kabar-kabarnya dapat bermandi duit), tapi juga sudah masuk di kalangan akademikus, pendidik. Sorry, ini tidak mau ngomongin yang negatif, tetapi bahkan yang dikaitkan dengan kemajuan ilmu. Pernah saya mendapat komentar dari seorang dosen senior, yang ahli di bidang gempa. Kebetulan dianya mempunyai koneksi dengan rekan dari luar, berupa asosiasi, yang punya rencana untuk mensosialisasikan buku tentang bangunan tahan gempa untuk bangunan rendah (housing). Selanjutnya dosen tersebut menyampaikan ide kepada jurusannya, untuk membuat semacam kursus singkat. Waktu ide tersebut disampaikan ke dosen senior yang lain, yang kebetulan juga merangkap praktisi (konsultan), maka tanggapan mereka yang pertama-tama adalah : “emangnya punya anggaran berapa“. Maksudnya, jika mereka mengajar, dapat bayaran berapa. :)
Karena belum apa-apa sudah merujuk pada “berapa duitnya”, maka dosen yang punya inisiatif pertama tadi jadi mikir berat. Jadinya sampai sekarang belum terlaksana, karena ternyata pendapat tersebut juga didukung oleh sebagian besar dosen yang lain. Padahal jika mau berpikir sejenak, kegiatan seperti itu khan dampaknya positip. Baik bagi institusi penyelenggara dan juga bagi pelatihan sendiri, yaitu image positip, siapa tahu bisa diundang ke tempat lain. Jadi ternyata pada sebagian rekan akademis, duit atau materi semacamnya telah menjadi motivasi utama mereka dalam bertindak.
Jika itu dikaitkan dengan anak-anak muda yang mau berkarir, rasa-rasanya ada suatu benang merah yang dapat diungkap. Terus terang pendapat yang saya sampaikan ini memang masih bersifat subyektif, bukan berdasarkan survey ilmiah. Tetapi memang, sebagian besar mahasiswa memilih jurusan di universitas adalah didasarkan pengetahuan “bidang apa yang langsung dapat kerja, dan digaji tinggi“.
Jadi alih-alih memilih bidang yang menjadi kesukaan mereka, maka bagi mereka yang lebih penting adalah cari duitnya gampang nggak , terlepas mereka suka atau tidak suka. Alasannya : “kalau tidak ada duit, bagaimana bisa kembali modal. Sekolah khan sekarang mahal.
Logis juga ya.
Itu tadi para calon mahasiswa, coba tanya motivasi para calon politikus menjelang pemilihan umum. Apa motivasi mereka sehingga mereka mau mengeluarkan uang, yang setahu saya tidak hanya puluhan juta, tetapi bisa ratusan, bahkan milyaran rupiah. Tentulah jawaban mereka tidak sejujur seperti anak muda, mahasiswa-mahasiswa baru tersebut. Jawaban-jawaban mereka nggak mungkin :”biar dapat duit yang banyak dari  kekuasaan yang diraihnya nanti“, pastilah dalam hal ini rakyat kecil dijadikan topeng penutupnya : “mengangkat derajat hidup orang banyak“. :)
Filosofi orang tentang duit, memang bermacam-macam. Nggak punya duit memang menyedihkan, tetapi rasa-rasanya duit bukanlah tujuan. Itu adalah makna nasehat orang tuaku dulu waktu muda yang kira-kira adalah “belajar dan bekerjalah dengan baik, nanti duit itu akan mengikuti“. Oleh karena itu saya bisa berfokus pada bidang yang memang saya senangi.
Setelah menginjak usia kepala empat seperti sekarang ini, ternyata saya dapat mengerti dan akhirnya mensyukuri makna kalimat di atas. Selama  ini, aku belajar dan bekerja hanya pada bidang-bidang yang membuatku senang saja, tidak semata-mata karena bidang tersebut dapat menghasilkan duit yang banyak. Mungkin caraku ini terlihat bloon, tetapi aku menikmatinya.
Berkaitan dengan soal duit di atas, kebetulan aku membaca bukunya Joe Vitale “The Attractor Factor”, dihalaman 43 ada cerita menarik tentang alasan mengapa amerika utara lebih maju dibanding amerika selatan. Ada yang pernah dengar ?
Ceritanya Roger Babson di bukunya “Fundamental of Prosperity” (1920), bertanya kepada presiden Republik Argentina: “mengapa Amerika Selatan dengan semua kekayaan alam dan keindahannya sangat tertinggal dibanding Amerika Utara dalam hal kemajuan dan kesejahteraan“.
Sang Presiden menjawab: “Saya sampai pada kesimpulan bahwa Amerika Selatan diduduki oleh orang-orang Spanyol yang datang ke sana untuk mencari emas, tetapi Amerika Utara diduduki oleh The Pilgrim Fathers yang datang ke sana untuk mencari Tuhan“.
Jadi pada uang (duit) atau pada spirit.
Betul nggak sih.

Sumber: wiryanto

Kalau Bisa Dipersulit Mengapa Dipermudah?

Siapa tidak kenal ungkapan paling populer ini? Simak bagaimana penerapannya secara positif bagi pengembangan diri.
Jika Anda pernah berurusan dengan birokrasi swasta maupun pemerintah di Republik ini, Anda pasti tidak asing dengan ungkapan i atas. Itulah ungkapan yang menggambarkan buruknya sikap mental para birokrat yang seharusnya punya kredo melayani publik, namun sebaliknya justru mereka yang akhirnya harus dilayani publik. Tak heran jika kita mengurus perizinan atau proses tertentu, maka dengan segala kelihaiannya para birokrat itu akan mempersulitnya. Akibatnya urusan jadi bertele-tele dan benar-benar menyita waktu. Jika kita takluk, maka mau tidak mau harus merelakan sejumlah uang untuk mempercepat urusan tersebut. Kebiasaan ini pula yang melestarikan mental korupsi di masyarakat kita. Jadi, ungkapan kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah benar-benar menjadi penyakit mental yang luar biasa mengesalkan dan merugikan.
Kalau demikian adanya, bagaimana mungkin ungkapan tentang penyakit mental itu bisa diaplikasikan secara positif? Bukankah jika semakin banyak orang melakukannya, maka akan semakin runyam pula situasi yang kita hadapi?
Mari sejenak membayangkan, misalnya saja Anda yang cenderung mudah sekali kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, segala hal yang Anda lakukan jadi buruk hasilnya. Nah, seandainya saja ada formula yang membuat Anda bisa ‘mempersulit’ munculnya rasa kurang percaya diri tersebut, kira-kira akankah pekerjaan yang Anda lakukan bisa memberi hasil lebih baik? Kemungkinan besar kinerja Anda akan lebih bagus hasilnya jika Anda bisa melakukannya dengan penuh percaya diri. Jadi titik perhatiannya adalah mempersulit munculnya rasa kurang percaya diri.
Ya, sesederhana itulah prinsipnya. Persulit munculnya hal-hal atau kebiasaan negatif. Dengan strategi itu, kemungkinan Anda bisa lebih matang dan efektif sebagai pribadi. Nah, hal atau kebiasaan negatif apa saja yang harus dipersulit atau tidak boleh dipermudah kemunculannya? Berikut uraian ringkasnya:
1. Negative Thinking
Pola pikir negatif adalah pola pikir yang dipenuhi oleh sikap apriori, prasangka, ketidakpercayaan, kecurigaan, dan kesangsian yang umumnya tanpa nalar maupun tanpa dasar sama sekali. Umumnya pola pikir negatif adalah cara-cara memandang suatu persoalan dengan mengabaikan rasionalitas, logika, fakta, atau informasi yang relevan. Sungguh pun begitu, rasionalitas pun bisa terjerumus dalam kerangka berpikir negatif. Artinya, seseorang bisa memanfaatkan rasionalitasnya untuk memandang secara negatif. Ini justru lebih berbahaya lagi karena negativisme ini justru banyak muncul di kalangan terdidik yang belum tercerahkan dan matang sikap mentalnya. Dampak buruk dari mudahnya kita berpikir negatif adalah sulitnya kita menerima pendapat orang lain, sulit menerima hal baru, sulit bersosialisasi, dan sering muncul sebagai pribadi yang kurang menarik
untuk diajak kerjasama. Jika Anda merasa mudah berpikir negatif, maka persulitlah kemunculannya.
2. Rasa Malas
Rasa malas diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Rasa malas menggambarkan hilangnya motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia inginkan. Masuk dalam keluarga besar rasa malas adalah rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, dll. Jika keluarga besar dari rasa malas ini mudah sekali muncul dalam aktivitas sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita akan jauh menurun. Bahkan bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih baik sebagaimana yang kita inginkan. Sekalipun seseorang memiliki cita-cita atau impian yang besar, jika kemalasannya mudah muncul, maka cita-cita atau impian besar itu akan tetap tinggal di alam impian. Jadi, jika Anda ingin maju, persulit kemunculan kemalasan itu.
3. Kemarahan
Kemarahan adalah tumpahan perasaan atau luapan emosi yang biasanya diikuti dengan egoisme, perasaan jengkel, benci, gusar, kecewa, dan menyalahkan pihak lain. Sejalan dengan rasa marah ini, maka seseorang yang mengalaminya akan mudah sekali kehilangan akal sehat dan kontrol diri. Seorang berkepribadian reaktif, impulsif, dan berpola pikir negatif akan cenderung mudah kehilangan kendali atas perasaannya. Akibatnya bila bentuk perasaan itu adalah kemarahan, maka yang bersangkutan bisa nampak seperti orang yang kehilangan kepribadian.
Kemarahan selalu berdampak negatif bagi siapa pun di sekitar orang itu. Apalagi jika perwujudannya mengarah ke pelampiasan secara fisik. Bad temper bisa menjadi penyakit kejiwaan yang kronis dan berbhaya. Dampak negatif dari mudahnya rasa marah muncul ke permukaan adalah buruknya relasi orang bersangkutan. Beberapa orang dengan kematangan pribadinya mampu mengelola rasa marah secara positif. Namun kebanyakan orang sulit mengendalikan rasa marahnya. Oleh sebab itu, jika ingin sukses dalam relasi pribadi dan sosial, persulitlah munculnya rasa marah berlebihan.
4. Kecerobohan
Kecerobohan sma artinya dengan kekurangwaspadaan atau kelalaian. Kecerobohan adalah simbol ketidakmatangan pribadi. Ini merupakan sikap atau perilaku yang berbahaya sekali. Terutama jika seseorang berada di titik-titik kritis dan sangat menentukan dalam perjalanan hidupnya, dan pada saat yang sama dirinya harus mengambil keputusan atau menentukan pilihan. Kecerobohan mudah muncul jika seseorang malas belajar dari pengalaman, enggan mendengar nasihat orang yang kompeten, dan mudah muncul pula karena seseorang memiliki perasaan sombong atau egoisme. Pribadi yang efektif akan berusaha semaksimal mungkin menghindari sikap lalai atau ceroboh. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kebiasaan menimbang atau memperhitungkan segala aspek dengan cermat, teliti, fokus, dan terkonsentrasi. Jika ingin memperkecil kegagalan atau penyesalan, maka persulitlah munculnya sikap ceroboh.
5. Rasa Takut
Rasa takut adalah penyakit kronis yang juga sangat merugikan. Rasa takut biasanya muncul jika seseorang kurang memahami suatu persoalan, kurang mendapat informasi, tidak terbiasa bersikap praktis, atau memang karena penyakit-penyakit psikologis seperti trauma masa lalu. Rasa takut yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman, informasi, atau kurangnya kebiasaan bertindak relatif mudah diatasi. Tetapi rasa takut akibat trauma memang tidak mudah dihilangkan. Walau begitu, menghilangkan rasa takut benar-benar bisa dilatih. Orang bisa karena terbiasa. Demikian juga orang bisa berani karena terbiasa. Jika ingin menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan berani, persulitlah munculnya rasa takut.
Nah, Anda bisa memperpanjang sendiri daftar hal-hal atau kebiasaan negatif yang memang harus dipersulit kemunculannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan sekedar dipersulit. Jika memungkinkan, enyahkanlah hal-hal negatif tersebut. Kehidupan yang lebih efektif dan bermanfaat sudah pasti bisa dinikmati. Selamat mempersulit hal-hal yang tidak perlu dipermudah!

Sumber: Kalau Bisa Dipersulit Mengapa Dipermudah? oleh Edy Zaqeus

Hidup = Tanggung Jawab + Masalah

Satu pertanyaan yang paling sering melekat dalam benak saya adalah, “Mau dibawa ke arah mana hidup saya ini ke depan??” Masih banyak kekurangan yang saya miliki, walaupun saya yakin banyak juga kemampuan atau kelebihan yang saya miliki (tetapi seringkali saya bahkan Anda semua tidak menyadarinya bahwa itu adalah kelebihan).
Karena semua itu, saya kadang berkhayal untuk mendapatkan pintu masa depan ala Doraemon untuk mengetahui jati diri saya sebenarnya. Apakah saya dapat menjadi penulis, pengusaha, sampai pada orang yang hidup standar-standar saja dan hanya bergantung pada orang lain dan terus menerus bergantung? Itu semua bercampur aduk dalam pikiran saya pribadi.
Tapi, saya pun sadar bahwa saya tak dapat mengetahuinya hal tersebut karena saya percaya sekali bahwa hidup masing-masing orang itu sudah ada yang mengatur, dan tak dapat diubah oleh kita sendiri. Belum lama ini (kira-kira 3 hari yang lalu) saya pun sadar, saya harus lepas dalam pikiran-pikiran yang tak perlu tapi saya teruspikirkan! Saya sadar bahwa hidup adalah suatu pembelajaran ke arah yang lebih baik. Di saat saya terpuruk akan satu atau banyak masalah, saya harus belajar dari masalah itu untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan bukan terus masuk ke masalah tersebut (walau sebenarnya hal tersebut sulit dilakukan dan hanya mudah di teori).
Saya pun sadar bahwa hidup itu adalah masalah. Jika kita hidup, maka kita PASTI akan menghadapi masalah. Selain itu saya juga sadar akan adanya tanggung jawab dalam hidup.  Saya sebagai mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk terus bertumbuh, baik tingkah laku, rohani, bahkan kehidupan sosial. Saya (dan kita semua) tidak perlu terus memikirkan masa depan yang masih belum jelas, tetapi kita harus bertanggung jawab pada apa yang ada sekarang! Jika demikian, masa depan pun dengan sendirinya akan ada.
Satu hal lagi saya pun memiliki pesan dari Andrie Wongso (motivator kita) yang mengatakan kurang lebih sebagai berikut, “Menciptakan target merupakan hal kecil. Tetapi memelihara target tersebut untuk terus hidup, itu yang merupakan hal besar dan yang lebih penting”
SO, MARILAH KITA HIDUP DENGAN KEHIDUPAN YANG SEJATI!

Apakah Tuhan Menciptakan Kejahatan?

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada?
Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini,
"Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan
semuanya". "Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali  lagi. "Ya,
Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti  Tuhan
menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip  kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut.
Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia
telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"
"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah
sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada.
Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas.
Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi
diam  dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata
dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?" Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak.Gelap itu juga  tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang  gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut.
Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah
kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak
perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut
adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda  salah,
Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti
dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk
mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan.
Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia.
Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari
ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Tidak ada cinta sejati, yang ada hanya ego pribadi yang saling menggenapi

Rabu, 04 Agustus 2010

Gerakan Pemuda Dahulu dan Kini: Untuk Negeri Yang Lebih Baik

Pemuda, dengan segala pemikiran revolusioner, semangat yang membara, serta energi yang meluap – luap, selalu menjadi poros dan penggerak dalam sebuah perjuangan. Ketika rezim lama sudah stagnan, mereka mengambil alih bendera perjuangan untuk pergerakan yang lebih progresif. Karakter mereka yang tidak suka dengan birokrasi yang bertele-tele serta proses yang lamban adalah sumbu dari obor revolusi.
Masa Lalu yang Cemerlang
Tipe gerakan seperti ini terjadi pada segala zaman di negeri ini. Mulai jauh sebelum masa kemerdekaan ketika Sentot Ali Basa muda dengan gagah memimpin pasukan melawan kolonial Belanda. Kemudian golongan intelektual pribumi, produk dari politik balas budi Belanda, membentuk organisasi – organisasi perjuangan untuk kemerdekaan bangsa. Mulai dari Budi Utomo pada tahun 1908 yang sangat nasionalis hingga Muhammadiyah sebagai gerakan social, pendidikan dan agama. Tahun 1928 menjadi bukti nyata betapa kuatnya pergerakan di kalangan pemuda dan mahasiswa. Ketika golongan tua sudah terlanjur takut dan tunduk pada penjajah, mereka bersatu padu mendeklasikan sumpah terampuh di kalangan pemuda, Sumpah Pemuda. Suatu ikrar persatuan tanpa pembedaan RAS demi terwujudnya kemerdekaan bangsa. Tanpa pemuda, negeri ini tidak mungkin merdekan pada 17 Agustus 1945. Jika mereka tidak menculi Bung Karno ke Rengasdenglok pada tengah – tengah malam kemudian tidak memaksa beliau segera mem-proklamir-kan kemerdekaan bangsa ini, jam 10.00 hari Jum’at pagi tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah saat yang istimewa bagi negeri berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa ini.
Mereka tak henti sampai disana. Selama perbaikan nasib bangsa tidak segera terlaksana, lengan baju mereka siap untuk disingsingkan untuk segera memenuhi panggilan ibu pertiwi. Tentu masih hangat dalam ingatan kita semua, 12 Mei 1998 di Jakarta, pusat dari kegiatan kenegaraan kita. Ketika mahasiswa dari berbagai golongan, pergerakan, dan perguruan tinggi, bersatu padu turun ke jalan untuk melakukan revolusi perubahan pada bangsa ini. 32 tahun di bawah kekuasaan Jend Soeharto harus segera diakhiri. Di saat media massa sudah kehilangan taji, ketika parlemen tidak sanggup lagi menyuarakan aspirasi rakyat, pada masa pejabat sudah takut sama atasa, serta rakyat tidak sanggup lagi menunggu perbaikan, mahasiswa lah yang berani bergerak. Mereka mengepung gedung DPR/MPR RI untuk meng-impeachment presiden terpilih, Soeharto. Berkat perjuanga mereka, era ORBA pun berhasil di akhiri. Reformasi yang mereka suarakan pun akhirnya terwujud.
Paradoks Masa Kini
Itulah potret pergerakan pemuda dan mahasiswa di masa lalu. Kecintaan mereka yang luar biasa tingginya pada bangsa ini mampu meleburkan segala bentuk perbedaan dan kepentingan demi satu tujuan. Kemurnian tekad mereka tanpa adanya harapan apapun dari manusia lainnya, tak mengharapkan harta benda, pujian, apalagi sekedar ucapan terima kasih dari orang – orang di sekitarnya. Not at all!. Yang mereka harapkan adalah terbentuknya Indonesia yang lebih baik.
Akan tetapi, nilai – nilai itu mulai memudar jika kita amati di masa – masa sekarang. Semangat – semangat mereka banyak yang sudah luntur. Semakin sedikit jumlah pemuda yang terlibat secara aktif organisasi perjuangan di lingkungan kampus serta pengaruh gaya hedonis ala barat semakin mem-bobrok-kan suasana.
Mengapa Mereka Berubah?
Ketika masa perjuangan kemerdekaan, mahasiswa dan pemuda mampu mengadakan kongres dan pertemuan, meskipun teknologi komunikasi sangat jauh tertinggal dari masa sekarang. Namun kini, forum – forum diskusi mahasiswa semakin sepi dan kehilangan peminat. Detika dahulu Prof. Sardjito dan dr. Karjadi, yang keduanya merupakan dokter, menjadi pasukan garda terdepan dalam perjuangan bangsa. Kini mahasiswa kedokteran telah disibukkan dengan diktat – diktat tebal serta jadwal kuliah yang padat, hanya segelintir saja yang sempat berfikir tentang bangsa yang tak kunjung makmur ini serta rakyat yang melarat di negeri kaya akan SDA. Ketika tahun 1998 mahasiswa dari berbagai kalangan mampu bersatu padu menurunkan rezim Suharto, pemuda kini lebih disibukkan dengan kepentingan golongan organisasinya. Bahkan tidak terelakkan perseteruan antara lembaga mahasiswa. Tahun 1960-an, isu Tritura (Tri Tuntutan Rakyat) menjadi isu nasional dan didukung oleh rakyat, tahun 2008 mahasiswa mendeklarasikan isu Tugu Rakyat (Tujuh Gugatan Rakyat) sebagai solusi atas kesengsaraan rakyat yang tak kunjung usai. Namun hasilnya 180 derajat dari Tritura. Apakah gerangan yang membuat perjuangan dari masa ke masa makin tidak terasa?
Ada banyak sekali penyebab melempemnya pergerakan mahasiswa. Pertama, pengaruh hedonisme budaya barat yang cepat sekali menyebar ke kalangan remaja. Pandangan bahwa hidup hanya sekali so harus dinikmati, membuat mereka menggunakan waktu – waktu luang mereka untuk bersenang – senang. Para pelajar di kota – kota besar akan lebih banyak yang berada di night club pada malam minggu daripada yang berdiskusi tentang penyelesaian permasalahan bangsa ini. Remaja yang lebih memikirkan bagaimana penampilannya di mata lawan jenis semakin banyak saja jumlahnya, mengalahkan mereka yang lebih memikirkan penderitaan rakyatnya.
Faktor kedua adalah privatisasi lembaga pendidikan. Semakin diberi kebebasan untuk mengatur kampusnya sendiri, PTN – PTN telah berubah kostum menjadi lembaga dagang daripada lembaga pendidikan. Dengan semakin melangitnya biaya kuliah, maka semakin kecillah kesempatan kaum pinggiran untuk kuliah. Akhirnya hanya orang – orang berduit saja yang kuliah. Faktor ini bersinergi dengan faktor yang pertama untuk menghasilkan generasi yang suka foya – foya. Mereka orang berduit serta berpikiran sempit bahwa hidup adalah untuk dinikmati, maka rusaklah generasi muda di perguruan tinggi. Semakin tahun, semakin banyak saja mahasiswa borjuis yang diterima di PTN, selaras dengan itu, semakin banyak pulalah kaum hedonis.
Kedua faktor internal dari mahasiswa itu ditambah lagi dari sektor kampus. Dengan dalil peningkatan kualitas, PTN – PTN makin mengetatkan jadwal perkuliahan mereka sehingga mahasiswa akan disibukkan dengan kuliah saja, hampir tidak ada waktu luang untuk ikut berorganisasi dan berdiskusi. Waktu mereka dihabiskan untuk mengerjakan tugas – tugas kuliah, laporan praktikum, hafalan bahan – bahan yang dipadatkan. Dengan biaya kuliah yang mahal, mereka pasti ingin segera cepat – cepat lulus dan diterima kerja. Frame berfikir untuk menjadi pekerja inilah yang mengkikis semangat dan kepedulian mahasiswa masa kini.
Tiga faktor tersebut masih bisa meloloskan sebagian mahasiswa untuk tetap aktif di organisasi perjuangan. Namun permasalahan tak berhenti sampai disana saja. Ada saja golongan – golongan yang memanfaatkan keberadaan organisasi mahasiswa untuk membawa misi – misi politis mereka. Sebagian mahasiswa pastinya tahu kenapa BEM salah satu perguruan tinggi terkemuka di Jawa Tengah dibubarkan. Sederhana: mereka disinyalir ditumpangi oleh parpol tertentu. Bahkan yang lebih parah lagi adalah kasus di UNHAS, mahasiswa diprovokasi sedemikian rupa sehingga tampil brutal laksana preman yang tak pernah mengenyam pendidikan.
Faktor berikutnya adalah kurangnya dukungan dari institusi lain terkait perjuangan mahasiswa era modern ini. Di tahun 1945, ketika para pemuda berhasil menggerakkan bung Karno untuk memproklamirkan nusantara, media cetak dan elektronis dengan segera menyebarkan berita tersebut. Tritura pun bisa menjadi isu nasional ketika media mendukung pergerakan itu. Namun, 12 Mei lalu, ketika Tugu Rakyat diusung oleh mahasiswa dari seluruh penjuru negeri, media sama sekali tidak menunjukkan kerjasamanya dengan mahasiswa. Tak satupun surat kabar nasional yang mempublikasikannya. Parahnya lagi, ketika ada aksi mahasiswa yang anarkhi, media dengan segera mempublikasikannya.
Penguatan Semangat Mahasiswa
Dengan sedemikian berat tantangan yang dihadapi mahasiswa dalam berjuang, semangat dan dedikasi yang tinggi sangat diperlukan. Mereka tidak boleh tergoda oleh godaan hedonisme rekan – rekan mereka di kampus. Jadwal kuliah yang ketat juga harus disiasati dengan jitu supaya mereka bisa menjadi Bung Hatta yang cemerlang di kuliah juga sangat aktif di organisasi. Dukungan yang minim dari instansi lainnya juga semestinya tidak menjadi masalah yang berarti dalam berjuang. Karena mahasiswa semestinya tidak mengharap imbalan apapun dari perjuangan mereka.
Tetap semangat wahai mahasiswa dan pemuda Indonesia. Bangsa ini masih menginginkanmu untuk membawa perubahan. Karena harapan itu masih ada! Hidup Mahasiswa Indonesia! Hidup rakyat Indonesia!
Pemuda, dengan segala pemikiran revolusioner, semangat yang membara, serta energi yang meluap – luap, selalu menjadi poros dan penggerak dalam sebuah perjuangan. Ketika rezim lama sudah stagnan, mereka mengambil alih bendera perjuangan untuk pergerakan yang lebih progresif. Karakter mereka yang tidak suka dengan birokrasi yang bertele-tele serta proses yang lamban adalah sumbu dari obor revolusi.

SEMANGAT MAHASISWA ADALAH PEMBAHARUAN BUKAN AKSI ANARKIS

Kita telah banyak mendengar dari media elektronik maupun dari media cetak tentang tawuran antar mahasiswa. Hal ini sangat mengiris hati rakyat. Bagaimana tidak? Mahasiswa adalah para intelektual muda yang yang terdidik dan terpelajar. Seharusnya mereka memberikan figur yang baik untuk masyarakat, bukan sikap anarkis yang mereka tunjukan. Mahasiswa adalah jembatan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Ini terlihat pada era perjuangan reformasi, para mahasiswa turun kejalan menggelar aksi dan orasi dengan menyuarakan penderitaan rakyat, keinginan rakyat dan suara rakyat kepada pemerintah. Pada saat itu, mahasiswa mempunyai peran yang sangat penting untuk masyarakat. Tapi sekarang mahasiswa lebih suka tauran. Apa mereka lupa dengan semangat reformasi yang mereka usung bersama? Padahal dahulu mereka bersatu padu utuk terus menyuarakan hati nurani rakyat. Tanpa peduli perbedaan-perbedaan yang melekat pada mereka. Harusnya kita berintropeksi, bahwa kita mahasiswa sangat dibutuhkan pengabdiannya oleh masyarakat. Dari pada kita tawuran yang malah ujung-ujungnya merusak fasilitas umum yang pada hakikatnya semua fasilitas itu ada dari uang rakyat. Mari kita kita mahasiswa mengabdikan diri untuk rakyat. Memberikan contoh yang baik untuk masyarakat. Serta mewaspadai adanya provokator yang menginginkan kita tepecah belah dan memberikan citra negatif kepada kita sebagai mahasiswa yang mengabdi kepada masyarakat. Salam Mahasiswa!!

Mahasiswa Kampus & Perubahan Sosial

Sebagai bagian dari elemen masyarakat yang sedang menempuh alur pendidikan tertinggi, dengan sendirinya mahasiswa dipandang sebagai kaum intelektual, kaum yang deiharapkan dapat memberi peran lebih dalam mengatasi berbagai permasalahan bangsa. Oleh karena itu sudah selayaknya, mahasiswa sadar akan peran yang harus diembannya dan amanah yang dibebankan masyarakat kepada mereka begitu besar.Bahkan Jack Newfield menyebut mahasiswa adalah kelompok minoritas sebagai a prophetic minority meskipun mahasiswa adalah kelompok minoritas dalam masyarakat bangsa. Namun mereka bisa memainkan peranan profetik. Mereka melihat jauh kedepan dan memikirkan apa yang tidak dan belum dipikirkan oleh masyarakat umum. Dalam visi mereka, nampak ada kesalahan mendasar dalam masyarakat dan mereka menginginkan perubahan melalui jalan tranformasi masyarakat.
Lingkungan kampus merupakan lingkungan paling kondusif untuk membentu sebuah ideologi pemikiran ataupun pergerakan. Betapa banyak tokoh-tohoh besar bangsa ini lahir dari sebuah lingkungan bernama kampus. Aktualisasi nilai-nilai pergerakanpun akan semakin nyata muncul ketika seseorang berada dalam lingkungan kampus tersebut. Sehingga begitu pentingnya masa-masa keberadaan kita di kampus untuk bisa menjadikannya sebagai sarana untuk berkontribusi menebar benih-benih kebaikan kepada masyarakat kampus juga kebermanfaatan bagi umat dan bangsa. Bangsa yang sedang membutuhkan orang-orang yang tidak hanya matang secara akademis tapi juga tajam dalam pemikiran dan progresif dalam pergerakan. Bangsa yang semakin lama semakin terpuruk ini sudah menanti peran dan kontribusi yang nyata bagi generasi muda terutama mahasiswa yang notabene adalah kaum intelektual yang jumlahnya masih sangat sedikit sekali dibandingkan dengan total penduduk negeri ini. Oleh karena itu perubahan ke arah yang lebih baik merupakan impian negri ini agar bisa bangkit dari keterpurukan. Dan perubahan itu sendiri bisa dimulai dari tatanan kehidupan bermasyarakat yang terkondisikan dalam sebuah struktur sosial yang baik.
Sedangkan perubahan sosial itu sendiri adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Namun, yang perlu dipahami, adalah bagaimana konsep perubahan itu sendiri . Perubahan seperti apakah yang diharapkan? Kita tidak bisa menutup mata bahwa, arus glogalisasi saat ini sedikit banyak telah memberi efek pada pola kehidupan masyarakat terutam adi kalangan remaja. Narkoba, seks bebas, gaya hidu hedonisme, materialisme merupakan ancaman yang serius yang melanda generasi muda kita. Oleh karena itu, disinilah peran mahasiswa yang memiliki potensi lebih untuk bisa memperbaiki kondisi masyarakat saat ini. Dengan semangat ideologinya yang masih membuncah dan jiwa-jiwa perjuangan yang masih melekat di dada para mahasiswa seharusnya menjadi bekal untuk bisa melakukan transformasi atau perubahan sosial.

Tanah Airku Bukan Tanah Milik Sendiri !


“ Maju tak gentar membela yang benar, Maju tak gentar pasti kita bisa “.
Sebelumya penulis memohon maaf, apabila lirik dari lagu maju tak gentar diganti. Semoga pencipta mengerti, ini hanya sebuah gugahan terhadap bangsa Indonesia agar lebih mengerti akan hakikat kemerdekaan. Bukan sekedar merdeka dari jajahan bangsa colonial belanda, tetapi juga merdeka dari jajahan bangsa sendiri.
Apabila dulu atau sampai sekarang kita sering upacara, baik itu upacara kemerdakaan maupun upacara rutin di hari Senin. Sering sekali kita membacakan teks UUD 1945, sampai – sampai kita hafal dari awal sampai akhir. Tapi apa sebenarnya tujuan pembacaan teks UUD 1945 ? Ini yang seharusnya kita pertanyakan.
“…..Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…..”.
Undang – Undang Dasar 1945 seperti sebuah harapan bangsa Indonesia akan keinginannya memilik negara yang bebas dari penjajahan, negara yang merdeka dengan kehidupan yang adil dan makmur. Tapi apa yang terjadi sekarang ini, sungguh sangat disayangkan keinginan yang didamba – dambakan hanya sebuah mimpi belaka. Siapa yang makmur, cerdas dan merdeka ?
Mari kita bersama – sama, maju tak gentar membela rakyat tertindas, maju tak gentar hancurkan korupsi, maju tak gentar tegakkan kebenaran. Pasti kita bisa. Jika ada niat, apa salahnya dicoba. Jika kita cinta dengan tanah air kita, buktikan! Dari kita kecil, coba kita tanamkan dalam diri kita akan cinta tanah air, dengan menyimpan dalam memori otak kita bahwa kita tidak akan korupsi, belajar dengan sungguh dan memanfaatkan segala kemampuan dalam diri kita untuk kemaslahatan umat manusia. Mengapa tidak ?
Korupsi merupakan salah satu contoh yang tidak manusiawi, karena korupsi memakan hasil yang tidak halal. Korupsi merupakan salah satu nafsu kepentingan individu untuk menyejahterakan diri sendiri tanpa melihat masyarakat sekitar yang hidupnya sangat memprihatikan. Ironi memang, inilah bangsa Indonesia. Seperti kejadian di salah satu kota di propinsi Jawa Barat, uang dari pemerintah hanya digunakan untuk membangun pagar rumah dinas bupati, sedangkan sekolah – sekolah masih sangat membutuhkan dana tersebut untuk memperbaiki inventaris sekolah. Kapan bangsa ini akan cerdas ? Ya Cerdaslah, cerdas untuk menggunakan dana bagi kepentingan diri sendiri. Ya…semoga kita sadar.
Nah ini nih tugas bagi kita para generasi muda, generasi yang pastinya mengenyam pendidikan, generasi yang harus menerima imbas dari pemerintahan yang morat – marit, generasi yang terkena imbas krisis moneter maupun krisis moral. Bangun bangsa ini menjadi bangsa yang benar – benar merdeka, merdeka dari siksaan bangsa sendiri. Sangat mudah untuk mencintai tanah air Indonesia, hal – hal kecil pun bisa kita lakukan, dengan cara apa ? Diantaranya sekolah dengan benar, jangan buang sampah sembarangan, menyisihkan sebagian uang jajan untuk beramal, menanamkan dalam diri kita untuk tidak menjadi pembantunya orang asing maupun pemerintah, kenapa ? Karena kalau kita jadi pembantu pemerintah atau orang asing, kita hidup dari mereka. Yang susah nanti kita juga dan masyarakat. Salah satu korbannya adalah PKL ( Pedagang Kaki Lima ), sering tuch di TV mereka di gusur oleh SatPol PP. Iya tidak ? Punya siapa SatPol PP.
Inilah tanah airku, tapi tanah airku bukanlah milikku seorang. Tetaplah penguasa pemilik tanah air ini adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kita umat manusia hanya sebagai peminjam. Jadi, seharusnya kita umat manusia sadar diri, jangan hanya korupsi saja, makan uang rakyat. Bagaimana Indonesia bisa jaya, kalau kita hanya cinta diri sendiri. Pergerakan tak akan pernah berhenti hingga dunia ini benar – benar akan lenyap ditelan oleh waktu.
Semoga Indonesia bisa terbebas dari korupsi dan kemelaratan. MERDEKA ! MERDEKA !

UNTUKMU KADER HIMASEI

Se-iring dengan perputaran waktu begitu cepat, yang setiap saat meyilimuti kehidupan ummat manusia di dunia, dan berharap setiap lorong-lorong waktu yang dilewati, bisa menjadi saksi sejarah dalam nafas yang setiap saat kita hembuskan. Umur kita bertambah dari waktu ke waktu bersamaan dengan krisis dan problem masyarakat yang setiap saat selalu di pertontonkan secara gratis yang disajikan untuk masyarakat. Masyarakat seakan-akan mengemis makna dari arti sebuah kemerdekaan. Karena yang mereka tahu saat ini bahwa kebebasan yang mereka rasakan adalah kebebasan yang terpenjara…!! 

Masyarakat selalu berdoa dan berharap mudah-mudahan Tuhan mengirim 
kan kader-Nya untuk membangun menara keadilan dari hak-hak mereka, bukan manusia-manusia yang hanya bisa berpretensi, tapii kering kerontang dalam tindakan nyata. He…he….he… 

Pertanyaan adalah apakah Himasei adalah kader yang dikirimkan Tuhan sebagai jawaban dari doa masyarakat kepuluan? Jawabannya… “Iya”…apabila setiap bayi yang dilahirkan oleh Himasei ikut bertanggung jawab saling membangunkan dari mimpi buruknya. Idealisme harus menjadi tema awal dalam buku agenda pikiran kader Himasei. Jangan mau diciptakan menjadi robot-robot yang siap bekerja yang tidak akan hidup dan bergerak tanpa adanya energi pragmatis, selalu diam 
tampaadanya remot control yang digerakkan pemiliknya. Dan itulah bagian dari burung hantu yang selama ini bersemayam di langit hati individu kader Himasei, yang seharusnya di tembak mati dengan senapan komitmen diri terhadap gerakan. 

Himasei sebagai kader yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi, harus berani membangun identitas dari kerisis kepercayaan, yang terlepas dari intervensi siapapun, yang terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, akademik, social dan mandiri. Sehingga membentuk tanggung jawab keagamaan, intelektualitas, social kemasyarakatan dan tanggung jawab individu sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga masyarakat kepuluan. 

HIMASEI yang lahir sebagai organisasi harus membuahkan suatu konsepsi romantis yang kini menjadi senandung merdu bahwa mahasiswa adalah dinamisator perubahan melalui moral Force. Karena untuk menghadiahi senyum buat masyarakat kepulauan tidaklah semudah memunculkan tawa dalam keceriaan, tapi perlu proses dan pengorbanan yang maha akbar dari seluruh putra putri kepuluan yang mengiginkan cerita ketertekanan berakhir bersama pagi yang meninggalkan malam. 

Derap langkah HIMASEI dalam memperjuangkan idealismenya untuk masyarakat kepulauan dimasa-masa mendatang lebih mungkin ditata dan dirancang bila problem dirinya bisa tepecahkan bukan karena peradaban itu yang menindas para kader HIMASEI sehingga gagal dan tumbuh untuk bangkit sebagai Al-ternatif ditengah problem masyarakat .Tetapi HIMASEI bisa menggambarkan suatu konsistensi keyakinan ideology dalam membangun gerakan untuk masyarakat kepuluan sebagaimana Allah kehendaki, suatu obsesi yang mengandung kecerdasan raksasa sebagaimana Nabi Menampilkan sebuah pencerahan untuk memimpin peroyek peradaban Islam 

Mungkin hanya ini dulu evaluasi yang dibangun dari sebuah perenungan panjang sebagai kader. Aku berharap bunga yang dirangkai saat ini oleh Himasei suatu saat bisa mengeluarkan aroma kebebasan. Dan keindahannya mampu membuat jiwa masyarakat kepuluan bersatu dalam sebuah bingkai kebersamaan demi sebuah tanggung jawab yang telah Tuhan titipkan kepada seluruh prajurit-Nya di bumi.

Salam Perubahan

Apa yang terfikir di kepala kita mendengar pengakuan orang yang baru migrasi profesi dari penjual ke pengemis. Tentu kita miris. Namun, itulah kenyataannya. Harga diri bukan lagi hal yang penting karena hidup di negeri ini terasa semakin susah saja buat mereka yang miskin. Mental pekerja, mental beriwirausaha, menjadi kurang menarik untuk dipertahankan. Karena, mental peminta-minta ternyata lebih menjanjikan.
Perhatikan saja, memang pengamen dan pengemis lebih laris dibanding pedagang. mungkin kita fikir karena pedagang  jumlahnya terlalu banyak dan mereka menjual barang yang relatif sama. Persaingan menjadi sangat tinggi sehingga wajar kalau ada pedagang yang mengeluh dagangannya tidak laku.
Tapi, kalau diperhatikan, jumlah pengamen dan pengemis juga tidak bisa dibilang sedikit. Mereka juga berkompetisi tapi mengapa ada pedagang yang memilih migrasi profesi menjadi pengemis.
Ini mungkin salah satu anomali dari masyarakat kita. Semangat membantu masyarakat kita pada sesama sesungguhnya sangat tinggi. Terlebih di penyambutan tahun baru ini yg jg sebagai semangat baru.Namun, pilihan-pilihan dalam memberikan bantuan ternyata tidak jarang menimbulkan masalah baru. Ada orang yang kecanduan jadi pengemis meski dia sehat fisik dan tidak ada sakit sama sekali. Karena, yakin bakal ada orang yang kasihan dan akan memberi mereka uang. Inilah masalah baru yang timbul saat ini.
Kebanyakan masyarakat kita lebih memilih membantu mereka yang tidak produktif dibanding mereka yang produktif. Saya pernah menyaksikan seorang teman yang berniat berwirausaha dan kemudian dia mencari dana pembiayaan dengan skema pinjaman.
Tapi, orang-orang yang didatangi lebih memilih tidak meminjami karena alasan ketidakpercayaan uang akan kembali. Namun, ketika orang yang sama didatangi pemuda-pemuda lain yang mengajukan sumbangan entah untuk kegiatan atau untuk hal lain yang bersifat pribadi dia langsung merespon dengan baik sekali.
Kondisi ini sama dengan yang dialami penjual  yang alih profesi tadi. Akhirnya kita menyaksikan banyak pemuda dan mahasiswa yang lebih memilih menjadi peminta-minta dari pada bekerja atau berwirausaha. Dengan bermodal proposal mereka dengan mudah mendapatkan sumbangan sana-sini. Bahkan, saya menemukan mantan-mantan aktivis mahasiswa yang menjadi kaya hanya dengan meminta-minta.
Jika kita lihat salah pilih obyek dalam berbuat baik ini seperti telah menjadi budaya masyarakat dan pemerintah kita. Baru-baru saja kita dikejutkan oleh isu Bank Century.
Bank yang bangkrut karena uangnya dibawa lari oleh pemiliknya ke luar negeri ini dengan mudah mendapat bantuan pemerintah. Jumlahnya tidak tanggung-tanggung, yakni Rp 6,7 triliun. Sementara disisi lain, jutaan pengusaha kecil yang telah banyak membantu pemerintah dalam membuka lapangan kerja, membantu masyarakat mendapatkan kehidupannya, sangat kesulitan mendapatkan bantuan permodalan.
Ketidakmampuan pengusaha-pengusaha kecil membuat proposal yang meyakinkan, ketidakmampuan mereka memanipulasi angka-angka agar terlihat layak, ketidakmampuan mereka bernegosiasi dengan para pengambil keputusan dalam hal pembiayaan menyebabkan mereka sulit mendapatkan bantuan pendanaan.
Sebaliknya, pengusaha-pengusaha besar yang sudah jelas tidak kredibel yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya. Namun, karena kemampuan mereka dalam lobi dan membangun opini, dengan mudah mereka mendapatkan bantuan keuangan.
Yang ingin berbuat baik dan produktif tidak dibantu, yang berbuat jahat dan menyengsarakan malah dengan mudah mendapat bantuan. Inilah anomali yang perlu kita luruskan.
Tentu saja membantu pengemis, menolong orang susah, memberikan infaq dan shodaqoh adalah hal baik yang harus terus dilanjutkan. Namun, membantu pemberdayaan masyarakat yang ingin memberdayakan dirinya lebih dari sekedar menjadi peminta-minta tentu harus menjadi prioritas utama.
Sebelum mengemis benar-benar menjadi candu masyarakat kita marilah kita juga membantu mereka-mereka yang memilih memberdayakan diri mereka tanpa harus meminta-minta. Kita dapat membantu mereka tidak selalu hanya dengan uang. Bisa juga dengan memberi informasi tentang peluang-peluang, membantu mereka meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan, membantu mereka dengan cara apa saja yang kita bisa.
Semoga masyarakat kita bisa menjadi masyarakat produktif. Masyarakat yang merasa mulia dengan bekerja. Masyarakat yang selalu berkeinginan menjadi “tangan yang
di atas”. Semoga.
:moh,Roziky"

Spiritualisme, Spiritisme dan Sinkritisme

Spiritualisme di dalam agama adalah kepercayaan, atau praktek-praktek yang berdasarkan kepercayaan bahwa jiwa-jiwa yang berangkat (saat meninggal) tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad. Hubungan ini umumnya dilaksanakan melalui seorang medium yang masih hidup. Ada keterlibatan emosional yang kuat, baik pada penolakan maupun penerimaan terhadap spiritualisme ini yang membuat sulitnya suatu uraian imparsial dipakai untuk membuktikannya.
Spiritualisme di dalam filsafat adalah sebentuk karakteristik dari sistem pemikiran manapun yang meyakini eksistensi dari realitas immaterial yang tak bisa dicerap oleh indria. Didefinisikan seperti itu, spiritualisme jadi melingkupi cakupan di dalam berbagai pandangan filosofis yang luas. Makanya, dualisme dan monisme, theisme dan atheisme,pantheisme, idealisme, dan banyak posisi filosofis lainnya juga dikatakan bersesuaian dengan spiritualisme, sejauh mereka juga beranggapan bahwa realitas ini bebas dan bersifat superior ketimbang materi.
Berbeda dengan spiritualisme, spiritisme merupakan keturunan langsung atau pengembangan dari animisme “yang percaya bahwa semua benda dan kejadian alam berjiwa”, dan dinamisme “yang percaya bahwa ada manifestasi-menifestasi dari kekuatan tertentu dibalik semua dinamika semesta dan fenomena-fenomena alam”. Pengaruh dari kedua cikal-bakal spiritisme ini terasa sangat kuat di kalangan masyarakat primitif.
‘Berjiwa’ disini lebih dimaksudkan sebagai punya kekuatan “baik kasat indria maupun tidak” seperti kekuatan untuk penyembuhan, kekebalan, tenaga-dalam dan hal-hal yang bersifat kanuragan sampai yang bernuansa klenik lainnya. Betapapun tampak hebatnya kekuatan yang dimaksud, ia selalu mengandung pengertian dan mengarah pada materi atau dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat materialistik dan ragawi.
Bagi penganutnya, segala sesuatunya hanya bisa disebut nyata ada bila bisa dimaterialisasikan dan kasat-indria. Bila tidak, ia tak nyata. Bagi mereka hanya realitas material-lah yang ada.
Sayangnya, kedua istilah ‘yang berbeda secara diametrikal’ ini seringkali dikacaukan orang. Teramat sering kita saksikan kalau hal-hal yang sebetulnya merupakan bagian dari spiritisme disebut sebagai spiritualisme. Sementara acara televisi dan pembicara serta penlis di media-massa lain punya andil besar terhadap kekacauan atau salah-kaprah ini. Sedihnya lagi, kesalah-kaprahan ini malah sudah menjangkiti sementara kalangan terdidik.
Ditinjau dari tiga sifat dasar makhluk hidup triguna), spiritisme cenderung tergolong pada sifat rajas (aktif, ambisius, dinamis, agresif) dan tamas (pasif, lembam, inersia, gelap); sedangkan spiritualisme cenderung sattvam (proaktif, kalem, seimbang, jernih). Kalau spiritisme sangat eksternalistis, maka spiritualisme lebih bersifat internalistis. Pencarian spiritisme mengarah ke luar diri, sedangkan pencarian spiritualisme mengarah ke dalam diri.

pengaruh spiritulisme terhadap kesehatan jiwa
Menurut kaum spiritualisme, kebahagiaan dan kedamaian bisa dirasakan oleh setiap orang, asal mereka memadang kehidupan dengan cara yang benar. Pada dasarnya sumber dari segala penderitaan dan tekanan yang dihadapai adalah bersumber dari keinginan atau angan-angan. 
Nah, kira-kira apa maksudnya dengan angan-angan? 
Angan-angan, dalam pemahaman saya adalah mengharapkan sesuatu yang bakal terjadi di masa depan dalam kehidupan kita. Dan saya yakin kebanyakan dari kita memiliki angan-angan. 
Namun menurut pandangan kaum spiritulisme, semakin tinggi angan-angan maka seseorang semakin tidak merasakan tentram dan kedamaian hati. Ia kemudian dikuasai oleh angan-angannya itu sendiri. Seolah hidupnya bakal hancur dan tidak bahagia kalau apa yang menjadi angan-angannya tidak terpacai. Sehingga semakin tinggi angan-angan seseorang maka semakin besar pula kecemasannya dan kekhawatirannya jika angan-angannya tidak tercapai. 
Orang yang berambisis mengejar karir akan menjadi cemas ketika menghadapi tantangan mencapai tujuannya tersebut. Seorang muda yang ingin mengejar jabatan akan menjadi cemas ketika terjadi pergantian kepemimpinan di kantornya dimana muncul khawatir ia tidak lagi diperhitungkan.
Dan ketika gagal meraih tujuannya banyak orang yang kemudian menganggap bahwa hidup mereka telah hancur. Seperti halnya yang terpadi pasca pemilu 2009 dimana banyak calon legislatif yang tidak terpilih menjadi anggota legislatif menjadi frustrasi dan bahkan menjadi gila. Karena seolah hidupnya tidak lagi bermakna jika ia tidak mendapatkan tempat di Dewan Perwakitan Rakyat. 
Menurut kaum spiritualisme, angan-angan berasal dari nafsu. Nafsu pada dasanya muncul dari dorongan intenal tubuh manusia untuk memenuhi kebutuhnannya. Misalnya angan-angan untuk mendapatkan makanan yang enak berasal dari nafsu untuk makan. Namun adakalnya nafsu ini bisa menghasilkan angan-angan yang seolah sangat penting bagi kehidupan manusia pada hal tidak. Seperti nafsu akan kekuasaan sehingga menciptakan angan-angan untuk mendapatkan jabatan. 
Namun sebagaimana nafsu akan makanan yang tidak pernah mati selama manusia hidup. Maka nafsu lainnyapun tidak akan pernah mati dan terus menciptakan angan-angan untuk dikejar oleh manusia. Jadi ketika seseorang sudah mendapatkan jabatan sebagai manager maka akan muncul lagi angan-angan untuk mendapatkan posisi sebagai Dirut. 
Sepasang suami istri yang sudah mendapatkan angan-angannya untuk menikah kembali merasakan kekhawatiran karena setelah menikah selama 1 tahun belum juga memiliki keturunan. Seorang sarjana yang sudah mendapatkan pekerjaan mulai cemas karena selama 5 tahun bekerja ia belum memiliki rumah. 
Angan-angan tidak pernah mati dan bakal mendatangkan kecemasan dan kekhawatiran bagi kita. Oleh sebab menurut kaum spiritualisme, untuk mematikan angan-angan harus diawali dengan pengendalian hawa nafsu, ambisi dan keinginan yang berlebihan terhadap masa depan. Serta menikmati apa yang terjadi pada hari. Membuka diri terhadap keunikan yang bisa diraih pada saat ini dan bukan besok. Dan sesunggunya sumber kebahagian tidak berasal dari sesuatu di luar kita melainkan dari dalam diri kita. Jika kita menikmati makanan, sebenarnya kesenangan yang kita peroleh bukan berasal dari makanan yang kita peroleh, karena orang yang sedang sakit gigi atau terkena sakit pencernaan sulit merasakan kenikmatannya walaupun makanan yang dimakan sama. 
Bagi kaum spiritualisme kehidupan mereka tidak dituntun oleh angan-angan melainkan hati nurani yang akan memberikan pengajaran tentang apa yang harus mereka lakukan untuk hari ini. Dan langkah yang mereka pilih untuk mengendalikan hawa nafsu dan bersentuhan langsung dengan hati nurani adalah melalu meditasi. Dia manusia mengosongkan pikiran, merasakan kedamaian lepas dari angan-angan dan belajar untuk mendengar hati nurani. 
Dan apa yang bisa kita pelajari dari pandangan kaum spiritulisme? Tentu pertama kita diingatkan untuk jangan terlalu larut dengan berbagai target-target atau ambisi untuk meraih sesuatu di masa depan dengan mengorbankan masa sekaran. Ingat bahwa semakin tinggi ambisis kita mengejar sesuatu maka akan semakin sering kita merasa cemas dan tidak tidak damai.
Kemudia berhat-hati dengan kemungkinan tujuan kita tersebut menyederhanakan kehidupan kita. Seolah-olah ketika apa yang menjadi harapan kita tidak tercapai maka kehidupan kita menjadi gagal atau kita tidak mungkin merasa bahagia. 
Kendalikan nafsu anda, biarkan diri Anda menikmati hari dengan rasa damai. Jika dimungkinkan siapkan waktu dalam kehidupan Anda untuk sejenak hening atau bermeditasi. Dimana Anda melepaskan diri Anda dari berbagai macam tujuan atau target-target yang membebani Anda. 
Dan penting diingat bahwa kebahagiaan yang bisa kita alami bukan berasal dari apa yang kita raih, tapi sesungguhnya berasal dari diri kita. Akan sangat mudah seseorang untuk merasa jenuh dengan keberhasilan yang ia peroleh dan tadinya begitu ia idamkan. 
Kedamaian adalah persoalan hati, demikian menurut seorang spiritualisme. Hal ini diraih tidak dengan sekedar mengejar tujuan atau angan-angan. Namun dengan membiasakan diri untuk mendengarkan hati nurani, yang biasanya mengajarkan seseorang untuk bersikap sabar, melimpah dengan empati dan keinginginan untuk berbuat kebaikan. Dan jika itu dilakukan, kebahgiaan juga bisa dirasakan. Hebatnya hal ini bisa dilakukan hari ini tanpa menunggu besok. 
Itulah sebabnya maka seorang spiritulis bisa merasakan ketentraman meskipun berada di tengah kondisi kehidupan kota yang bising. Dan semua itu tergantung bagaimana cara kita memandang kehidupan kita. Jadi tidak ada salahnya belajar dari kaum spiritualisme untuk membuat jiwa Anda sehat dan tentram.

coment disini sob...


ShoutMix chat widget